Merias Dunia dengan Huruf
sedikit itu ada, jangan abaikan.
Friday, December 5, 2014
Di Mana Kampungmu?
Thursday, February 28, 2013
hati
hati jangan diabaikan karena uang
walau mata mengerling
walau tangan mengulurkan bantuan
tapi, jika hati tidak berniat menjadi baik
maka sia-sialah pujian yang di ujung bibir itu
uang takkan lagi digubris
mata kan membawa kaki
mencari pelabuhan hati yang lain
nyaman dan hidup
itu saja sudah cukup
Thursday, December 29, 2011
Natal Terbaikku
Kami berangkat dari Gereja St. Maria Tanjung Selamat bersama rombongan Romo Heri, OSC. sekitar pukul 9:00 wib. Perjalanan kami memakan waktu sekitar 30 menit ke lokasi. Sesampainya di gereja itu, kami bersama rombongan Romo Heri dan tiga orang suster disambut oleh beberapa umat yang telah menunggu. Sebuah gereja yang sangat sederhana, gereja Katolik terkecil yang pernah aku lihat. Umat stasi itu, menurut ketua dewan stasi hanya berjumlah 23 kepala keluarga (lebih sedikit dari umat lingkunganku). Tidak ada organ atau sejenisnya, kipas, juga toilet. Bangkunya juga cuma 10 unit, dengan kapasitas duduk 6 orang/bangku. Saat itu, ternyata jumlah umat yang hadir tidak banyak, sedikit saja lebih banyak dari anggota Ave Verum yang hadir. karena tempat duduk terbatas, terpaksalah digelar tikar di bagian belakang sebagai tempat duduk beberapa umat. Sangat sederhana.
Kehadiran kami ternyata sangat memberikan sukacita yang besar kepada mereka. Aku yakin, stasi ini sangat jarang dikunjungi oleh Pastor, apalagi kelompok paduan suara.
Ave Verum, sebenarnya harus diakui pergi ke stasi itu tanpa persiapan yang matang, hanya bermodalkan semangat pelayanan, apalagi itu adalah Natal hari pertama. Teks lagu yang sudah dipelajari ternyata tertinggal di Medan. ;-) Jadi, terpaksalah kami mengoptimalkan lagu yang paling tidak dikuasai oleh mayoritas anggota.
Setelah melakukan persiapan sound, Misa pun dimulai. Sungguh tak disangka, kabel power Keyboard pinjaman bermerk Yamaha PSR S-900 yang sedianya dimainkan oleh Saudara Sulaiman Sianturi 'Sang Rasul', ternyata putus. 'Sang Rasul', Bang Leo Samosir dan Ketua BPH Zuke Sitohang mencoba memperbaiki kabel yang putus gak bilang-bilang itu. Misa pun terpaksa diawali dengan nyanyian tanpa musik. Syukurlah tidak sampai tiga lagu, Keyboard itupun berhasil berbunyi sebagaimana mestinya, mengiringi kidung pujian yang kami nyanyikan bersama umat.
Dalam kotbahnya, Romo Heri, OSC, mengatakan bahwa Stasi Serbajadi adalah stasi terjauh yang masih masuk ke Paroki St. Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat. Salah satu isi kotbah Romo yang paling menarik adalah ketika beliau menunjuk ke sebuah gua buatan yang di dalamnya hanya ada patung Bunda Maria, ya, tidak ada patung Yesus sama sekali, ataupun kandang domba, padahal gua itu dibuat dalam rangka merayakan Natal. Dalam hati aku bergumam, jangan-jangan bayi kecil Yesus sudah dibawa oleh Tiga Orang Majus dari Timur itu.
Setelah acara Misa selesai, PS Ave Verum menyanyikan tiga buah lagu hiburan yaitu : Alleluia Fanfare, Halleluya Amen dan Merry Christmas. Kami menerima applaus yang luar biasa dari umat, hal itu terlihat dari antusiasme mereka mendengarkan lagu-lagu yang kami nyanyikan.Selanjutnya, tanpa basa-basi, ketua dewan stasi meminta kepada kami untuk tidak pulang terlebih dahulu. Ouwh, rupanya kami dijamu makan siang. Entah kenapa makan siangnya diadakan di gereja, bukan di rumah umat. Kami disuguhi menu yang sangat menggugah selera seperti lomok-lomok (bahasa Karo) atau yang lebih dikenal saksang (dalam bahasa Toba), cipera (masakan khas Karo) dan sup B2.
Setelah menahan selera beberapa menit selama Romo membawakan doa sebelum makan, kami pun memuaskan diri menyantap semua hidangan yang telah disediakan oleh umat. Nikmat luar biasa! double rasanya, enak dan gratis! Heehehee .....
Selesai makan siang, Romo beserta rombongan pulang terlebih dahulu ke Medan, karena Romo akan mendampingi Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus Sinaga, OFM Cap. dalam acara Mimbar Agama Katolik di TVRI Sumut.
Acara selanjutnya adalah tari-tarian dari Asmika, tari yang memang terkesan asal jadi. Akan lebih jujur jika dibilang itu seperti sekumpulan anak-anak yang sedang bermain daripada tarian. Tapi salut, semangat mereka sangat luar biasa. Tidak malu atau canggung sedikit pun. Mudika juga ikut menyumbangkan suara emas mereka dengan bernyanyi sambil diiringi gitar. Sebenarnya (jujur lagi nih) suara gitar dan suara Kwartet Mudika itu tidak nyambung, tapi mereka (yang semuanya cewek kecuali gitaris) tetap bernyanyi dengan penuh semangat, sambil sekali-sekali melirik ke arah anggota Ave Verum yang agak ganteng.
Kemudian acara pun dilanjutkan dengan bernyanyi dan menari bersama. Kebetulan umat di sana banyak suku Karo, maka dengan tanpa mengurangi rasa hormat lagu Katolik Sibadia (Karo) pun mengalun dengan tergesa-gesa, terhuyung-huyung serta tergopoh-gopoh. Hahahaaa .....
Tidak ada pesta yang tidak usai, itu kata pepatah lama.
Akhirnya waktu jugalah yang memaksa kami menghentikan semua sukacita kami itu. Kami harus pergi meninggalkan gereja dan umat Stasi Serbajadi untuk kembali ke gubuk kami masing-masing. Saat kami mulai meninggalkan mereka, mereka masih setia menemani kami dengan tatapan mereka, sambil dengan berat hati melambaikan tangan pertanda 'Sampai Jumpa Lagi' ke arah kami.
Di kota besar seperti Medan ini, takkan pernah kami terima sambutan seperti itu. Memang Ave Verum tidak megharapkan penyambutan yang berlebihan, tapi umat Stasi Serbajadi telah menunjukkan bahwa keberadaan kami, pelayanan kami, jauh lebih dibutuhkan oleh mereka dibandingkan oleh umat di kota.
Selamat tinggal saudaraku, kami akan sangat merindukan kalian semua.
Semoga pada kesempatan lain, kita masih bisa bertemu dalam suasana yang lebih menyenangkan.
Selamat Natal dan Selamat Menjelang Tahun Baru
Tuhan beserta kita. Amin.
Monday, September 19, 2011
apa maumu?
marah lagi
Tuesday, September 6, 2011
... aku pergi ...
Tetapi bisa saja itu tidak lebih dari sekedar kehilangan seseorang yang pernah menorehkan tinta pada lukisan hidup kita.
Memang tidak mudah menjadi tegar, apalagi yang pergi dan takkan kembali itu adalah 'pelukis utama' hidup kita.
Namun, membiarkan diri bernostalgia terlalu lama dengan kenangan yang sudah teramat usang, takkan menghidupkan kembali 'si pelukis' itu.
Bukankah hidup belum berakhir? masih sangat luas kanvas yang dapat dilukis oleh pelukis lain, yang mungkin akan memberikan warna yang lebih hidup pada hidup kita.
Life is short, don't shorten it by think short!
Serius, Santai, Senyum
Tidak ada hidup yang berjalan di satu rel. Terkadang kaki melangkah ke kiri untuk menghindari sesuatu, untuk kemudian kembali ke rel semula, dan terkadang ada yang sama sekali lari dari tujuan awal.
Namun, hidup tetaplah hidup, bahkan sesudah kematian.
Kita hidup dalam kenangan orang yang kita tinggalkan.
Dan semoga saja, mereka akan selalu tersenyum ketika mengenang kita.